Liputan Pagelaran Gondang Batak 2008 di Tobasa

Kamis malam, 20 November 2008, pkl. 20.15 WIB, MC mulai membuka acara. Seorang gadis manis menaiki panggung dan menyampaikan salam kepada hadirin. (Akhirnya acaranya dimulai juga…) Dengan menebar senyum ramah menyapa semua yang hadir. Anggota panitia acara sudah berada di titik yang telah ditentukan. (Saya kebetulan bertugas mengawasi ruang operator sound system). Rombongan pengawas dan juga para pengisi acara juga akhirnya mulai menunjukkan muka mereka. Para undangan juga sudah duduk manis dengan sedikit celingak-celinguk di kursi masing-masing.

Dua belas jam sebelumnya….
Saya masih di rumah dan masih santai dengan sarapan pagi saya. Sebenarnya saya merasa excited juga mengingat hari ini ada pagelaran spesial yang telah lama saya tunggu-tunggu dan telah dipersiapkan secara bersama-sama sebelumnya. Berangkat ke kantor, di kantor sudah menanti beberapa list pekerjaan yang harus diselesaikan segera menjelang acara dimulai.
Pkl. 10.00 WIB pagi, masih belum terlihat aktifitas yang berarti. Ketua panitia menginstruksikan untuk rapat koordinasi terakhir. Dalam rapat diketahui bahwa dari 100% dana yang dibutuhkan yang tersedia baru 50%. (Waktu yang tersisa tinggal 10 jam….wuih…gimana yah caranya memenuhi quota dana) Rapat ditutup dengan keputusan bahwa masih ada beberapa jam waktu efektif untuk mengumpulkan dana dari tiket yang telah disebar termasuk undangan yang telah diberikan. So..akan ada pengumpulan dana putaran tekahir nih… sebelum acara dimulai.
Pkl. 13.00 WIB siang, sound system sudah diset dan ruangan sudah dirapikan, hanya saja rombongan pengisi acara utama belum muncul juga. Katanya sih sudah tiba di Balige, dan masih istirahat, maklum menempuh perjalanan jauh menuju Balige dari Medan selama 6 jam, hmmmm cukup lelah juga ya…(Saya sudah mulai deg-degan, karena belum ada rehearsal untuk terakhir kalinya)
Pkl. 16.00 WIB adik-adik SMA/SMK yang juga ikutan mengisi acara melalui tarian tor-tor sudah tiba di TB Center dan mereka juga sudah siap-siap untuk latihan. Sejauh yang saya amati, rombongan pengisi acara utamanya belum dateng juga….wuih….saya mulai cemas…!!!
Sejauh ini aliran dana juga sudah mulai bertambah, dan untungnya salah seorang calon donatur sudah bersedia menanggung kekurangan dana sebagian dengan membeli sejumlah besar tiket yang tersisa. (Walau pada akhirnya tidak terealisasi, but thanks anyway) Saya masih sibuk dengan laporan-laporan pekerjaan yang harus saya selesaikan hari itu juga. Dan dalam kesibukan saya waktu terus bergulir, pkl. 17.00 WIB….bagaimana jadinya nanti?
Pukul 5 sore lewat beberapa menit, akhirnya salah seorang bapak satpam menyampaikan bahwa tamu rombongan dari Medan sudah tiba dan mereka akan segera bersiap-siap. Selang beberapa menit kemudian saya sudah mulai mendengar pukulan gendang dari ruangan hall. Namun tetap saja tidak terdengar satu atau dua lagu yang dimainkan. Gimana yah jadinya ntar…Saya tidak sabar menunggu.
Dalam kesibukan tim rombongan untuk mempersiapkan setting panggung dan juga audio, terbersit ide untuk mengabadikan acara yang lumayan langka ini. (Kan belum tentu ada kesempatan lagi untuk mengadakan acara seperti ini). Saya bergegas menyiapkan laptop dan juga peralatan lainnya untuk merekam pertunjukan nantinya).
Saya sungguh merasa tidak sabar menanti untuk mengikuti acaranya. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB. Seharusnya menurut jadwal yang direncanakan, sudah saatnya acara dimulai…kok belum mulai juga yah…Pada kemana nih semua pengisi acarnya? (Saya sudah mulai panik, sudah terlambat sekitar 30 menit dari jadwal….)Saya menghubungi ketua panitia beberapakali dan beliau bilang supaya kami bersabar.
Pkl. 20.15 WIB, acara dimulai….(again akhirnya mulai juga) Pada akhir acara saya baru tahu, bahwa keterlambatan acara disebabkan oleh tim pengisi acara sudah sangat lama menunggu salah seorang pemain gondang. Beruntung akhirnya beliau akhirnya datang juga.
Setelah MC membuka acara, kemudian Ketua Panitia Pelaksana Pagelaran dan Ketua Tim Revitalisasi Musik Tradisi Toba, Kak Rithaony Hutajulu, menyampaikan kata sambutan. Dipandu oleh Bang Irwansyah Harahap, kemudian penampil pertama masuk ke panggung. Kelompok pertama ini terdiri dari beberapa orang anak muda. Mereka adalah generasi muda yang sudah dibina selama kurang lebih 2 tahun dalam program. Mereka disebut generasi ketiga yang diikutsertakan untuk dilatih dalam program revitalisasi ini. (Kalau saya tidak salah mereka disebut para murid) Mereka memainkan beberapa jenis gondang sekaligus. Lumayan, penampilan mereka dapat menarik perhatian penonton. Nih aku tampilin juga photo mereka.

photo by AlonsoArsitek

Kelompok ini terdiri dari 11 orang penampil, yaitu 3 orang pemain garantung, 3 orang peniup sarune etek, 4 orang pemain hasapi dan 1 orang pemain hesek. Mereka memainkan gondang yang disebut sebagai gondang hasapi.
Penampil selanjutnya adalah kelompok tetua pargondang yang sudah berusia lanjut. Rata-rata usia mereka sudah di atas 50 tahun lo….Mereka juga dipandu oleh Bang Irwansyah. Melihat tampilan mereka pertama kali sepertinya saya bertanya-tanya dalam hati, masihkah mereka bisa bermain gondang? Ternyata…setelah pukulan pertama dimainkan, bukan hanya saya, seluruh penonton menyambut dengan tepuk tangan yang meriah. Mereka bermain gondang dengan sangat lihai dan menawan. Gondang yang berirama lambat hingga cepat dapat mereka selesaikan dengan baik.

photo by AlonsoArsitek

Kelompok para ompung ini juga memainkan gondang hasapi. Mereka disebut sebagai instruktur/pelatih dan termasuk dalam generasi pertama dalam program ini. Instruktur terdiri dari 1 orang peniup sarune etek, 2 orang pemain garantung, 1 orang pemain hasapi ende, dan 1 orang pemain hasapi doal, serta dibantu oleh 1 orang peniup sarune etek, 2 orang pemain hasapi lainnya dan 1 orang pemain hesek. Saya tidak menyangka masih bisa mendengarkan mereka bermain. Menurut informasi yang saya dapat, mereka inilah beberapa tetua gondang yang masih bisa memainkan gondang-gondang lama dengan masih sangat baik di usianya yang sudah lanjut. Menurut Bapak Naipospos, pengawas program di Tobasa, memang sudah tidak banyak lagi yang bisa fasih memainkan gondang pada saat sekarang ini. Bahkan mereka juga dapat memainkan jenis gondang yang sudah langka dan mungkin bahkan belum pernah kita dengarkan seumur hidup kita. Ternyata ada ratusan gondang yang telah diciptakan dan dimainkan oleh nenek moyang kita dahulu. Nah… mereka bisa memainkannya lo..
Selanjutnya acara diselingi dengan penampilan adik-adik SMA/SMK yang membawakan tarian tor-tor lengkap dengan acara maminta gondang yang dipimpin oleh salah seorang dari mereka. Adik-adik ini telah berlatih beberapa hari sebelumnya dan mereka mencoba menampilkan bagaimana pengunaan gondang dan tarian tor-tor tersebut dalam kehidupan masyarakat adat orang Batak Toba.

photo by AlonsoArsitek

Mereka memiliki tim gondang sendiri lo dan mereka juga berlatih sendiri ..Salut-salut..
Penampil berikutnya memainkan gondang sabangunan yang terdiri dari beberapa orang dewasa yang dalam program disebut sebagai murid. Mereka adalah generasi kedua yang dilatih oleh para instruktur dan juga secara bersama-sama dengan para instruktur melatih para murid.

photo by AlonsoArsitek

Mereka terdiri dari 8 orang, yaitu 1 orang penabuh gordang bolon, 1 orang penabuh taganing, 1 orang peniup sarune bolon, 1 orang penabuh ogung doal, 1 orang penabuh ogung panggora, 1 orang penabuh ogung ihutan, 1 orang penabuh ogung oloan dan 1 orang pemukul hesesk yang terbuat dari besi. Mereka memainkan beberapa jenis gondang sekaligus secara berurutan dan saya merasa kurang familiar dengan beberap jenis gondang yang mereka mainkan. Mungkin kita sering mendengar beberapa jenis gondang yang dimainkan di pesta-pesta adat, namun ternyata lebih dari itu masih ada banyak jenis gondang yang lain yang beranekaragam, termasuk yang mereka mainkan saat itu.
Penampil terakhir yang sangat menarik perhatian saya maupun penonton lainnya adalah kelompok opera Batak yang beranggotakan 5 orang.

photo by AlonsoArsitek

Mereka adalah Bang Irwansyah Harahap(memainkan hasapi ende), dan istrinya Kak Rithaony Hutajulu(sebagai vokal), Bapak Marsius Sitohang(peniup seruling), serta 2 orang rekan mereka sebagai pemain garantung dan hasapi doal(maaf kalau saya kurang tahu nama-nama beliau ini). Mereka sudah lama membentuk tim opera yand dinamakan dengan suarasama.Impian mereka untuk membangkitkan kembali opera Batak telah membawa mereka melanglang buana ke berbagai benua, kecuali Afrika dan Antartika (seperti pengakuan mereka-red). Dalam penampilanya kali ini mereka membawakan 4 lagu dari berbagai jenis permainan gondang hasapi.
Lagu pertama berjudul “Tumba Sisir”, sebuah komposisi yang diciptakan alm. Tilhang Gultom bersama dengan tim opera binaannya. (Kalau anda pernah dengar, beliau adalah salah satu komponis Batak yang terkenal, terutama dengan lagu-lagu opera ciptaan beliau). Lagu kedua adalah sebuah andung yang diawali dengan permainan seruling solo dari “seruling maut”, Bapak Marsius Sitohang. (Anda pasti kenal dengan beliau, salah satu pemain seruling Batak yang melegenda, dosen Etnomusikologi USU, dan juga sebagai salah satu dosen tamu di IKJ, Jakarta) Kalau anda orang Batak dan belum pernah dengar beliau bermain seruling, mungkin inilah saatnya anda perlu belajar lebih banyak lagi tentang musisi besar kita ini. Andung yang mereka bawakan berjudul “Sawan na hujujung on”
Lagu berikutnya yang tidak kalah menarik adalah lagu yang diberi judul “Eme ni si Perak”. Lagu ini adalah perpaduan antara permainan musik gondang dengan nyanyian gondang. Dalam tradisi Batak, salah satu cara untuk belajar gondang adalah dengan menyanyikannya, yang disebut gondang baba. Jika anda mendengarnya, anda pasti terhanyut dalam iramanya yang ceria dan bersemangat.
Lagu terakhir yang mereka bawakan adalah sebuah komposisi yang diciptakan oleh alm. Mangumbang Sitohang, ayahanda Bapak Marsius Sitohang yang diberi judul “Sulaiman dari Barat”. Permainan seruling yang timbul tenggelam dalam paduan nada panjang pendek mampu menawan penonton yang hadir pada saat itu. Wah…sungguh sebuah karya yang luar biasa.
Dengan berakhirnya penampilan tim opera tersebut, acara Pagelaran Revitalisasi Gondang batak Toba juga berkahir. Sebenarnya dari rencana awal, akan diadakan dialog interaktif dengan penonton. Namun akibat keterlambatan dimulainya acara, akhirnya dialog tersebut dibatalkan. Penonton yang terkesima dengan puncak penampilan opera Batak tersebut, sepertinya tidak rela mengakhiri acara pagelaran. Tepuk tangan yang meriah pun menyertai dtutupnya acara oleh MC. Waktu juga sudah larut malam, dan penonton juga akhirnya beranjak pergi satu persatu meninggalkan ruangan pertunjukan.
Nah…begitulah akhir dari liputan pagelaran revitalisasi gondang Batak Toba yang saya lakukan. Saya memperoleh banyak pengalaman mengenai gondang Batak Toba malam itu. Dari banyak hal menarik yang saya saksikan, saya sangat terkesan dengan tampilnya sekelompok tetua gondang yang masih dapat bermain gondang dengan prima di usia mereka yang sudah lanjut. Coba bayangkan berapa lama lagi mereka dapat bertahan dan tetap dapat bermain? Dari bincang-bincang singkat yang kami lakukan dengan salah satu istruktur gondang tersebut, beliau menyebutkan bahwa dari 100% keahlian mereka, baru sekitar 5% yang sudah dapat diserap oleh murid dan para murid mereka dalam jangka waktu 2 tahun. Tak dapat saya bayangkan bila kekayaan budaya Batak Toba seperti mereka sudah tidak ada lagi nantinya. Untung saja masih ada orang-orang seperti Kak Rithaony dan rekan-rekannya yang sangat peduli dan masih bersedia mengembangkan kebudayaan Batak demi generasi di masa depan. Kita juga patut mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Ford yang juga mau peduli dengan pelestarian budaya kita. Seandainya saja lebih banyak orang-orang yang mau memberi hati seperti mereka untuk melestarikan budaya Batak yang kaya raya ini.
Setelah pagelaran usai, panitia akhirnya dapat bernafas lega, selain karena pagelaran tersebut dapat berjalan dengan sukses, ternyata oleh karena satu dan lain hal, akhirnya pendanaan yang direncanakan di awal juga dapat tercukupi. (Wah leganya…..) Kapan ya bisa menyelenggarakan acara pagelaran seperti ini lagi, dan kapan ya bisa menyaksikan acara seperti ini lagi…(Saya juga hendak mengucapkan terimakasih buat bang Alonso atas dokumentasinya, aku pinjam beberapa ya…)
Salam dari kampung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dengan keikhlasan hati

Merih??

Sibiru yang sesak-membuatku sesak juga